Asap Rokok di Pesawat NBA bak Jejak Tambang

Snngggg….

Hidungku tiba-tiba mendengus bau sangat tak sedap. Kutahu biasanya bau seperti itu keluar dari lubang di antara dua bokong. Kentut!

Tak ada akses dengan udara keluar. Jika saja saat itu aku berada di dalam mobil, cepat-cepat kubuka kaca agar udara busuk itu lekas berganti. Tak ada tindakan lain kecuali segera menutup hidung dengan peralatan seadanya. Kain pengusir hawa dingin kudekap di hidungku. Ternyata bukan hanya aku yang mencium kentut itu. Mbak Eni yang duduk di sebelah mbak Elis mendengus-dengus kesal. “Mambu entut ya,” katanya. Aku hanya ‘membaca’ bibirnya, sedangkan suaranya sama sekali tak kudengar.

co pilot yang masih nengok-nengok catatan

Perkiraanku ketika bau busuk itu menyengat, kami belum masuk ke wilayah Aceh. Mungkin juga di perbatasan Sumatera Utara dan Aceh. Rumah-rumah semakin jarang. Bahkan kadang aku berada di antara pohon rindang. Daunnya membentuk bulatan-bulatan seperti rambut krebo tampak dari atas.

leuser

Lalu tiba-tiba ruangan kecil pesawat Nusantara Buana Air yang hanya berkapasitas penumpang 19 tempat duduk itu terasa sangat sesak. Kepalaku lingak-linguk mencari-cari sumber bau berbeda. Para laki-laki itu lebih banyak yang memejamkan mata ketimbang melamun atau melihat ke jendela bulat. Kabut asap menyeruak pesawat yang hanya beroperasi di hari Senin dan Jumat itu.

asap rokok dalam kabin pesawat. Mbak Santi dan mbak Elis...

Tulisan “No Smoking” di dinding menghadap penumpang, di atas kotak PPPK masih jelas terbaca. Tanda rokok disilang pun masih jelas dan kuyakin bisa dilihat hingga kursi paling belakang. Tapi, mataku tidak menemukan seorangpun mengepulkan asap rokok dari mulutnya. Mbak Elis yang tak tahan asap rokok semakin menutup hidung dalam kantuknya. ”Soko kono (dari situ),” ujar mbak Santi seraya menunjuk ruang kendali di depan kami.

Hmm, baru tahu kalau di atas pesawat pun orang bisa merokok seenaknya. Jika mbak Santi benar, justru pilotnya yang merokok dari ruangan sempit di depanku.

pulau dua bakongan

Hoahhh, sebentar lagi sampai bandara T. Cut Ali Tapaktuan. Pulau Dua Bakongan yang pernah kusinggahi tampak berjajar. Kapal tongkang pengangkut bijih besi yang banyak mengandung emas tampak merapat di salah satu pulau. Entah kapan ia akan menuju Cina membawa kekayaan bumi Serambi Mekah dan hanya meninggalkan jejak kerusakannya. Beberapa menit kemudian, sungai campur tanah seperti susu coklat mengeliat hendak menuju laut. Alirannya berasal dari tambang bijih besi di wilayah Menggamat, Kabupaten Aceh Selatan. Jejak tambang seperti udara yang kuhirup dalam pesawat Medan – Tapaktuan. Menyesakkan…..

sungai keruh... ada air raksa juga?